Pengertian Harapan
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang menniggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya.
Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Misalnya, Anto yang hanya mampu membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan orang banyak, atau orang lain itu seperti perbahasa “Si pungguk merindukan bulan”.
Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan, misalnya Komar mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan dating, tetapi tidak ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Ia menghadapi ujian dengan santai. Bagaimana Komar memperoleh niali A, luluspun mungkin tidak.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan sarana terkabulnya harapan.
Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya terjadi, sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus disertai usaha yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Bila dibanding dengan cita-cita maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Antar harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu :
- Keduanya menyangkut masa depan kerana belum terwujud
- Pada umunya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal lebih baik atau meningkat.
SEBAB MANUSIA MEMPUNYAI HARAPAN
Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni ditengah suatu keluarga atau anggota masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan hidup. Ditengah-tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan berkembang baik secara fisik/jasmani maupun mental/spiritualnya. Ada dua hal yang mendorong orang hidup bergaul dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup.
DORONGAN KODRAT
Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri menusia sejak manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Misalnya menangis, bergembira, berfikir, berjalan, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, bergembira, dan sebagainya. Seperti halnya orang yang menonton pertunjukan lawak, mereka ingin tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak. Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihal gagal, justru sedihlah mereka.
Dalam diri manusia masin-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan, dan kemampuan unutk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini, maka manusia mempunyai harapan.
DORONGAN KEBUTUHAN HIDUP
Sudah kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas : kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmani misalnya : makan, minum, pakaian, rumah (sandang, pangan dan papan), ketenangan, hiburan dan keberhasilan.
Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan, kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik/jasmaniah maupun kemampuan berfikirnya. Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia adalah :
a) Kelangsungan hidup (survival)
b) Keamanan (safety)
c) Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai (be loving and love)
d) Diakui lingkungan (status)
e) Perwujudan cita-cita (self actualization)
KELANGSUNGAN HIDUP (SURVIVAL)
Untuk melangsungkan hidupnya manusia membutuhkan sandang, pangan dan papan(tempat tinggal). Kebutuhan kelangsungan hidup ini terlihat sejak bayi lahir. Setiap bayi begitu lahir di bumi menangis, ia telah mengharapkan diberi makan/minum. Kebutuhan akan makan/minum ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan hidup manusia. Sandang, semula hanya berupa perlindungan/keamanan, untuk melindungi dirinya dari cuaca. Tetapi dalam perkembangan hidupnya, sandang tidak hanya sebagai perlindungan/keamanan, tetapi lebih cenderung kepada kebutuhan lain.
Papan yang dimaksud adalah tempat tinggal atau rumah. Rumah kebutuhan primer manusia, karena rumah itu sebagai tempat berlindung, dari panas, gelap, dan sebagainya.
KEAMANAN
Setiap orang membutuhkan keamanan. Sejak seorang anak lahir ia telah membutuhkan keamanan. Begitu lahir, dengan suara tangis, itu pertanda minta perlindungan. Setelah agak besar, setiap anak menangis dia akan diam setelah dipeluk oleh ibunya. Setelah bertambah besar ia ingin dilindungi. Rasa aman tidak harus diwujudkan dengan perlindungan yang Nampak, secara moral pun orang lain dapat memberi rasa aman. Dalam hal ini agama sering merupakan cara memperoleh keamanan moril bagi pemiliknya.
HAK DAN KEWAJIBAN MENCINTAI DAN DICINTAI
Tiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Dengan pertumbuhan masnusia maka tumbuh pula kesadaran akan hak dan kewajiban. Karena itu tidak jarang anak-anak remaja mengatakan kepada ayah atau ibu. Bila seorang telah menginjak dewasa, maka ia merasa sudah dewasa, sehingga sudah saatnya mempunyai harapan untuk dicintai dan mencintai. Pada saat seperti ini remaja banyak mengkhayal. Ia telah sadar akan keberadaannya. Pada usia itu, biasanya terjadi konflik batin pada dirinya dan pihak orangtua. Sebab umunya remaja mulai menentang sifat-sifat orangtua yang tidak sesuai dengan alamnya.
STATUS
Setiap manusia membutuhkan status. Siapa, untuk apa, mengapa manusia hidup. Status itu penting karena dengan status orang akan tahu siapa dia. Harga diri orang antara lain melekat pada status orang itu. Misalnya ada anak haram, biarpun anak haram itu tingkah lakunya baik dan tidak berdosa sebab yang berdosa orang tuanya, namun masyarakat tetap memberikan cap yang negative. Bahkan ada orang yang berpendapat jangan memberi makan/pertolongan kepada anak jadah (haram). Alangkah kejamnya manusia itu dengan adanya harapan untuk memperoleh status ini berarti orang menguasai hak milik nama baik, ingin berprestasi, ingin meningkatkan harga diri, dan sebagainya.
PERWUJUDAN CITA-CITA
Selanjutnya manusia berharap diakui keberadaannya sesuai dengan keahliannya atau kepangkatannya atau profesinya. Pada saat itu manusia mengembangkan bakat atau kepandaiannya agar ia diterima atau diakui kehebatannya.
Senin, 07 Mei 2012
MANUSIA DAN KEADILAN
Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrim yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua otang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pemimpin poko yang menentukan dinamika masyarakat.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan keawjiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
KEADILAN SOSIAL
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar Negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar Negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “Tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu Nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “Keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesai yang adil dan makmur.”. Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalm bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan steiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain lai.
MACAM-MACAM KEADILAN
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya “The man behind the gun”. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sonoto menyebut kadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam Negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B) Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama “Justice is done when equals are treated equally”. Sebagai contoh, Budi bekerja 10 tahun dan Andi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Budi dan Andi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andai kata Budi menerima Rp 100.000,- maka Andi harus menerima Rp 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Budi dan Andi sama, justru hal tersebut tidak adil.
C) Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengetian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
“Dr. Sumantri dipanggil seorang pasien. Santi namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, santi menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sumantri belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr. Sumantri sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sumantri melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Santi merusak rumah tangga dr. Sumantri.”
KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang telampir melalui kata-kata apapun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak. Harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai dirinya sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
“Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar”.
Orang bodoh yang jujur adalh lebih baik daripada orang pandai yang lancing. Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janjinya dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasih Tuhan.
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrim yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua otang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pemimpin poko yang menentukan dinamika masyarakat.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan keawjiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
KEADILAN SOSIAL
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar Negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar Negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “Tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu Nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “Keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesai yang adil dan makmur.”. Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalm bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan steiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain lai.
MACAM-MACAM KEADILAN
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya “The man behind the gun”. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sonoto menyebut kadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam Negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B) Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama “Justice is done when equals are treated equally”. Sebagai contoh, Budi bekerja 10 tahun dan Andi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Budi dan Andi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andai kata Budi menerima Rp 100.000,- maka Andi harus menerima Rp 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Budi dan Andi sama, justru hal tersebut tidak adil.
C) Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengetian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
“Dr. Sumantri dipanggil seorang pasien. Santi namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, santi menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sumantri belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr. Sumantri sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sumantri melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Santi merusak rumah tangga dr. Sumantri.”
KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang telampir melalui kata-kata apapun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak. Harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai dirinya sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
“Barangsiapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar”.
Orang bodoh yang jujur adalh lebih baik daripada orang pandai yang lancing. Barangsiapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janjinya dan kesanggupannya, termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasih Tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)